ESWL adalah singkatan dari extracorporeal shock wave lithotripsy, yaitu tindakan untuk menghancurkan batu saluran kemih menggunakan gelombang kejut. Tindakan ini diharapkan dapat memecah batu menjadi kepingan yang lebih kecil sehingga kepingan tersebut dapat dikeluarkan melalui urin.
Dokter akan menjelaskan proses tindakan ESWL dan meminta pasien untuk menandatangani formulir persetujuan tindakan ESWL.
Segera konsultasikan ke dokter Anda, jika Anda mengonsumsi obat pengencer darah. Umumnya obat dihentikan 5-7 hari sebelum dilakukannya tindakan.
Saat tindakan, akan dilakukan evaluasi letak batu menggunakan foto x-ray dan/atau ultrasonografi untuk memandu gelombang kejut yang dipancarkan tepat sasaran terhadap letak batu saluran kemih. Tindakan ESWL akan berlangsung selama 45 sampai 60 menit berdasarkan jumlah dan ukuran batu ginjal.
Setelah tindakan, umumnya urine akan berwarna merah, hal ini dapat berlangsung selama 24 sampai 36 jam pasca tindakan. Pasien juga dapat merasakan sensasi urin berpasir selama 1 sampai 2 minggu. Hubungi segara dokter atau perawat jika perdarahan yang berlebihan (gumpalan darah). Dokter dapat memberikan obat anti-nyeri dan edukasi perawatan pasca tindakan. Pasien akan diminta untuk istirahat dalam rumah selama 24 sampai 48 jam. Kegiatan aktivitas berat seperti jogging, lari, bersepeda, mengangkat beban, dan lainnya harus dihindari pada 24 jam pertama. Pantangan lain akan dijelaskan oleh dokter.
Gambar 1. Tindakan ESWL
Sumber : Batu ginjal. Ikatan Ahli Urologi Indonesia.
Available from:
https://www.iaui.or.id/public-section/article_bginjal
Turk C, Neisius A, Petrik A, Skolarikos A, Somani B, Thomas K, Gambaro G. EAU Guidelines on Urolithiasis. European Association of Urology. 2021
Batu Ginjal [Internet]. Iaui.or.id. 2021 [cited 22 December 2021]. Available from: https://www.iaui.or.id/public-section/article_bginjal
Ditulis oleh dr. Muhamat Gozali Arif Sembiring
Nefrostomi awalnya diperkenalkan pada tahun 1995 oleh Goodwin et al sebagai suatu tindakan pemasangan selang/tabung secara minimal invasif untuk mengatasi obstruksi/sumbatan urin yang ditandai dengan hidronefrosis atau pembengkakan ginjal.
Dengan berkembangnya waktu, nefrostomi juga dilakukan pada ginjal baik dengan maupun tanpa obstruksi untuk berbagai macam tindakan klinis, termasuk di dalamnya tindakan PCNL dan ECIRS.
Gambar 2. Percutaneous Nephrostomy
(ilustrasi diadaptasi dari IAUI)
Fungsi paling sering dari nefrostomi adalah untuk menyediakan drainase urin Ketika aliran urin dari ginjal menuju ureter terganggu. Nefrostomi juga digunakan untuk mempermudah jalannya beberapa Tindakan operasi endourologi
Tindakannya diawalai dengan pasien posisi tengkurap / prone. Selanjutnya pasien akan dibius atau anestesi. Membersihkan lapangan operasi. Dengan panduan alat radiologis, dipastikan lokasi yang akan dilakukan nefrostomi, kemudian guiding wire dan kateter dimasukkan kedalam hingga ke ginjal. Lalu aliran kencing akan keluar dari kateter tersebut
Setelah dilakukan tindakan, pasien akan dipindahkan ke ruang perawatan yang sesuai dengan kondisi pasien
Panjang waktu dari nefrostomi bergantung pada kondisi pasiennya. Untuk usia dari kateternya sendiri kurang lebih 3 bulan dan harus diganti pada pasien yang menggunakan nefrostomi lama untuk mencegah terjadinya infeksi.
Berdasarkan the Royal College of Radiologists and the British Society of Interventional Radiologists, komplikasi besar yang mungkin akan timbul sangat kecil yakni 2-5% kejadian. Komplikasi yang mungkin timbul yakni infeksi, kerusakan ginjal dan pembuluh darah, serta kebocoran urin
Chalmers N et al. The UK nephrostomy audit. Can a voluntary registry produce robust performance data. Clinical radiology. 2008(63). 888-894.
Making the best use of clinical radiology services. Referral guidelines. 6th edition. Royal College Radiologists.
Ikatan Ahli Urologi Indonesia (IAUI). Panduan Penatalaksanaan Klinis Batu Saluran Kemih. Edisi Pertama. Jakarta: Ikatan Ahli Urologi Indonesia. 2018
Dyer RB et al. Percutaneous nephrostomy with extension of the technique: step by step. Radiographics. 2002. 22(3): 503-25.
Lee WJ. Emergency percutaneous nephrostomy: results and complications. Journal of Vascular Interventional Radiology. 1994(5). 135-9.
Pollard AJ. Percutaneous nephrostomy: how is it done. Journal of Interventional Radiology. 1994(9):129-41.
Ditulis oleh dr. Eggi Respati
Stent adalah tabung plastik yang berongga. Stent ditempatkan sementara ke dalam ureter (saluran yang menghubungkan ginjal dan kandung kemih untuk membantu mengalirkan urin.
Gambar 1. Jenis Stent
(Sumber :Tanagho EA, McAninch JW. Smith’s General Urology 17th edition)
Double-J stent adalah stent ureter dengan ujung melengkung (seperti membentuk huruf J) yang mencegah stent berpindah posisi atau terlepas (Gambar 1). Dj stent merupakan singkatan dari double J stent. Alat ini sering digunakan dokter spesialis urologi dengan bentuk seperti 2 buah huruf J. Alat ini dipasang di ureter, satu ekornya berada di sistem pelvikokaliks ginjal dan satu lagi di kandung kemih.
Gambar 2. Double-J Stent
(Ilustrasi diadaptasi dari website EAU)
Stent digunakan untuk berbagai kondisi, umumnya untuk membantu memastikan aliran urin lancar apabila ada sumbatan, mencegah pembengkakkan ginjal serta mendukung penyembuhan jaringan pasca operasi.
Prosedur ini biasanya dilakukan pada posisi pasien tidur sudah di bius atau anestesi. Bergantung dengan kondisi pasien, apakah dapat dilakukan bius setengah badan. Selama prosedur, stent akan dimasukkan bersama kamera kecil melalui kandung kemih menuju ureter. Dokter kemudian akan melakukan pemeriksaan radiologi untuk memastikan lokasi DJ stent terfiksasi dengan baik.
Tergantung pada protokol rumah sakit dan kondisi pasien, pasien akan melanjutkan ke ruang rawat inap atau diperbolehkan pulang segera setelah prosedur. Anda mungkin merasakan nyeri ringan hingga sedang di area perut bagian bawah, dan mungkin juga dapat timbul desakan untuk buang air kecil. Gejala-gejala ini biasanya disebabkan oleh pemasangan stent. Tersedia obat tersedia untuk mengurangi keluhan tersebut, pastikan hal tersebut kepada dokter Anda.
Stent dapat dilepas dengan dua cara yaitu dengan menggunakan kamera sistoskop yang dimasukkan ke dalam kandung kemih, kemudian stent dikeluarkan menggunakan instrumen lain; apabila terdapat benang yang terhubung pada ujung stent, maka benang tersebut ditarik untuk mengeluarkan stent.
EAU. Information for patients: Double J-stent placement. 2020 [cited 2021 August 18]. Available from: https://patients.uroweb.org/treatments/double-j-stent-placement/
Ditulis oleh dr. Ben Julian Mantiri
TURBT adalah singkatan dari transurethral resection of bladder tumour yaitu suatu tindakan bedah / operasi yang dikerjakan oleh dokter spesialis Urologi untuk mengangkat suatu tumor dari kandung kemih pasien. Tindakan ini bersifat menyembuhkan apabila semua keganasan yang terlihat dapat diangkat dan untuk diagnostik karena jaringan yang diangkat dapat diperiksa lebih lanjut di laboratorium.
Tindakan TURBT paling sering dilakukan untuk pasien dengan diagnosa tumor kandung kemih. Gejala yang paling sering dirasakan pasien dengan tumor kandung kemih adalah kencing berwarna merah namun tanpa disertai nyeri. Gejala lain yang dapat dirasakan adalah buang air kecil yang nyeri, jumlah buang air kecil meningkat, dan rasa cepat lelah, berat badan menurun tanpa penyebab, dan benjolan. Dokter akan menyarankan pemeriksaan urin dan dikirimkan kepada lab untuk pemeriksaan sitologi (melihat dengan mikroskop apakah terdapat kelainan sel dalam urin). Apabila hasil positif, salah satu tindakan yang akan disarankan oleh dokter adalah TURBT.
Persiapan akan berbeda dalam setiap rumah sakit, jangan segan untuk menanyakan bagaimana persiapannya kepada dokter anda. Pada umumnya, dokter akan menjelaskan dan membantu anda memilih jenis anestesi yang akan diberikan kepada anda. Dokter akan memeriksa juga obat yang rutin diminum karena beberapa obat akan diberhentikan sebelum tindakan operasi seperti obat pengencer darah.
Sebelum prosedur dimulai, seorang dokter spesialis anestesi akan memberikan anestesi umum (tidur) atau spinal (tidak merasakan sensasi dari bagian bawah tubuh).
Saat tindakan, dokter akan memberikan suntik antibiotik untuk menurunkan risiko infeksi dan memasang teropong melewati saluran kencing untuk memperlihatkan tumor. Setelah tumor terlihat, dokter akan memotong tumor dari dinding kandung kemih dengan pisau listrik dan menghentikan pendarahan. Jaringan tumor yang sudah dipotong akan dikirimkan ke lab untuk pemeriksaan lebih lanjut. Operasi ini akan berlangsung sekitar 15 sampai 90 menit berdasarkan jumlah dan ukuran tumor.
Pasca operasi, dokter akan memasang selang / kateter untuk mengeluarkan darah dan air seni selama beberapa hari. Sebelum dokter memperbolehkan pasien untuk pulang, dokter akan meminta pasien untuk buang air kecil dan memastikan tidak ada hambatan / gangguan.
Setelah tindakan, pasien dapat merasakan sensasi terbakar dan rasa tidak nyaman saat buang air kecil. Pasien akan merasakan perubahan dalam pancuran buang air kecil selama sekitar 2 minggu. Darah atau gumpalan darah dapat terlihat saat buang air kecil pasca tindakan sampai dengan 1-2 minggu dengan jumlah yang lebih sedikit. Perdarahan pasca tindakan bedah masih dalam batas normal dan dokter akan memberikan penjelasan lebih lanjut untuk perawatan dalam rumah
Gambar 1. Tindakan TURBT
Babjuk M, Burger M, Comperat E, Liedberg PGF, Masson-Lecomte A, Mostafid AH, et al. EAU Guidelines on Non-muscle-invasive Bladder Cancer. European Association of Urology. 2021
Non-muscle invasive bladder cancer: a patient guide. [Internet]. Urologyhealth.org. 2021 [cited 22 December 2021]. Available from: https://www.urologyhealth.org/documents/Product-Store/English/Non-Muscle-Invasive-Bladder-Cancer-A-Patient-Guide.pdf
Ditulis oleh dr. David Ralph Lienhardt Ringoringo
Biopsi adalah tindakan pengambilan jaringan atau cairan dari tubuh manusia. Tindakan ini penting dalam menentukan apakah jaringan prostat memiliki sifat jinak ataupun ganas. Hasil biopsi prostat juga menjadi penentu jenis terapi apa yang perlu diberikan kepada pasien.
Biopsi prostat dikerjakan pada pasien dengan kecurigaan kanker prostat, yakni jika terdapat peningkatan serum antigen spesifik prostat (prostate specific antigen [PSA]), yang disertai dengan tanda-tanda keganasan pada pemeriksaan colok dubur.
Dokter akan menjelaskan proses tindakan biopsi prostat dan meminta pasien untuk menandatangani formulir persetujuan tindakan.
Puasa 6 jam sebelum dilakukan operasi.
Mandi dengan sabun khusus pada malam dan pagi sebelum operasi.
Menghentikan obat-obatan tertentu, seperti pengencer darah dan puasa sebelum prosedur untuk persiapan anestesi.
Selama prosedur, pasien akan dibius terlebih dahulu. Pembiusan dapat dilakukan secara umum (general anesthesia) atau lokal (spinal). Biopsi prostat sendiri terbagi menjadi tiga, yakni:
Transrektal
Akses jarum biopsi melalui dubur.
Gambar 1. Ilustrasi biopsi prostat transrektal.
(Sumber: Diagnosing prostate cancer. Men’s Health Network. Available from:
https://www.youandprostatecancer.com/en-pc/view/m201-s02-diagnosing-prostate-cancer-slide-show )
Robotik Transperineal
Akses jarum biopsi melalui transperineal, namun pengambilan jaringan akan otomatisasi dibantu oleh sistem robotik.
Saat melakukan biopsi prostat, Urolog akan dibantu dengan gambaran ultrasonografi dan/atau magnetic resonance imaging (MRI). Teknik biopsi jarum inti (core needle biopsy) merupakan teknik yang lazim digunakan pada biopsi prostat, dimana jaringan prostat diambil oleh jarum berongga (menyerupai jarum tindik (hollow needle). Pada saat tindakan biopsi prostat, jarum akan mengambil beberapa jaringan prostat dari bagian prostat yang berbeda-beda.
Jaringan yang diambil melalui biopsi prostat, nantinya akan diperiksa oleh ahli patologi anatomi, untuk mendapatkan analisa jaringan prostat. Hasil pemeriksaan ini akan menentukan jenis terapi yang diterima oleh pasien.
Obat bius yang digunakan dalam biopsi prostat akan berpengaruh pada kondisi pasien setelah prosedur. Setelah biopsi prostat dikerjakan, umumnya pasien akan dipantau di ruang observasi pasca tindakan. Jika tekanan darah, frekuensi nadi, dan frekuensi pernafasan stabil, pasien akan dibawa ke ruang rawat inap atau dianjurkan pulang.
Beberapa kondisi seperti urine berwarna kemerahan (disertai darah), sperma disertai darah, dan nyeri pada daerah kemaluan adalah hal yang wajar dijumpai setelah tindakan biopsi prostat.
Yakni saat:
NCCN Guidelines for Patients: Prostate cancer early stage. National Comprehensive Cancer Network. 2020.
Prostate biopsy. John Hopkins Medicine. [cited on 2021 December 21]. Available from: https://www.hopkinsmedicine.org/health/treatment-tests-and-therapies/prostate-biopsy
Ditulis oleh dr. Dimas Tri Prasetyo
Sistostomi adalah prosedur untuk mengeluarkan urin dari kandung kemih (organ penampung urin sementara) melalui kateter. Kateter ini dimasukkan ke area perut bagian bawah melalui celah yang dibuat pada kulit dan dinding perut. Urin yang keluar akan ditampung dalam kantong yang tersambung dengan kateter.
Prosedur ini dilakukan pada beberapa kondisi, meliputi:
Pasien yang tidak dapat berkemih dengan kondisi kateter tidak dapat dimasukkan, atau tidak merupakan indikasi dipasang melalui uretra untuk mengeluarkan urin (dapat disebabkan oleh batu, infeksi, inflamasi, trauma, dan gangguan prostat)
Prosedur operasi yang melibatkan uretra dan struktur sekitar
Prosedur ini biasanya dilakukan dengan anestesi lokal, dengan atau tanpa sedasi. Penentuan lokasi kandung kemih dilakukan menggunakan ultrasonografi. Selanjutnya, jarum akan dimasukkan melalui celah pada kulit perut bagian bawah hingga mencapai kandung kemih, pada keadaan kandung kemih terisi penuh. Kateter dimasukkan, kemudian dijahit. Luka operasi kemudian ditutup dengan kassa. Prosedur ini biasanya dilakukan dalam waktu 10-45 menit.
Gambar 1. Sistostomi
Tindakan biasanya dilakukan pada kondisi kegawatdaruratan, sehingga tidak diperlukan persiapan khusus seperti operasi urologi lainnya. Namun, dokter akan menjelaskan proses tindakan dan meminta pasien atau wali menandatangani formulir persetujuan tindakan.
Pasca tindakan sistostomi, pasien dapat pulang atau melanjutkan perawatan di ruang rawat inap. Pasien akan disematkan perban yang berfungsi menjaga selang sistostomi tetap pada tempatnya. Selang tersebut akan tersambung dengan kantung urine.Pasien perlu membatasi aktifitas fisik, guna menjaga patensi dan posisi selang nefrostomi, agar tetap berfungsi.
Pasien perlu mewaspadai adanya gejala dan tanda adanya cedera organ maupun infeksi pasca pemasangan kateter. Beberapa tanda yang perlu diperhatikan antara lain:
Aguilera PA, Choi T, Durham BA. Ultrasound-guided suprapubic cystostomy catheter placement in the emergency department. J Emerg Med. 2004;26(3):319-321.
Jacob P, Rai BP, Todd AW. Suprapubic catheter insertion using an ultrasound-guided technique and literature review. BJU Int. 2012;110(6):779-784.
Ditulis oleh dr. Irham Arif Rahman
Urodinamik adalah pemeriksaan untuk menilai siklus berkemih pada saat menyimpan urin atau mengeluarkan urin. Pemeriksaan urodinamik dapat menilai beberapa peniliaian diantaranya fungsi saraf dan otot, tekanan dalam organ kandung kemih, serta kekuatan pancaran berkemih.
Videourodinamik adalah pemeriksaan urodinamik yang dikombinasikan dengan pencitraan zat kontras yang menggunakan radiasi.
Prosedur ini dilakukan pada beberapa kondisi, meliputi:
Keluhan mengompol (inkontinensia)
Keluhan ingin berkemih tiba-tiba yang tidak tertahan dan frekuensinya yang berlebihan
Nyeri saat berkemih
Gangguan memulai berkemih atau berkemih yang tidak lampias
Videourodinamik dilakukan pada pasien dengan neurogenic bladder (gangguan fungsi kandung kemih akibat masalah saraf), pasien dengan riwayat operasi, atau pasien dengan kelainan organ pasca trauma
Pemeriksaan urodinamik memiliki 5 komponen pemeriksaan, yaitu:
Uroflowmetri
Pemeriksaan untuk mengukur aliran dan kekuatan aliran urin pada saat berkemih.
Cystometry
Pemeriksaan untuk mengetahui fungsi kandung kemih.
Pressure-flow study
Pemeriksaan untuk mengukur tekanan kandung kemih yang diperlukan untuk berkemih dan laju aliran berkemih yang dihasilkan oleh tekanan tertentu
Urethral pressure profile
Pemeriksaan untuk mengukur tekanan pada sejumlah titik disepanjang uretra
Electromyography
Pemeriksaan untuk mengukur atau merekam aktivitas listrik otot dan saraf
Prosedur urodinamik dapat bersifat non-invasif (untuk menilai pengosongan kandung kemih) dengan uroflowmetri, serta invasif (untuk menilai fungsi penyimpanan dan pengosongan kandung kemih) dengan cystometry dan pressure-flow study.
Langkah pertama adalah pemeriksaan uroflowmetri, yang mengukur seberapa banyak dan cepat proses berkemih. Prosedur ini dilakukan dengan cara meminta pasien berkemih dalam keadaan kandung kemih penuh dengan alat khusus yang menilai jumlah dan laju berkemih. Selanjutnya dilakukan penilaian jumlah urin yang tersisa dalam kandung kemih melalui alat USG atau kateter.
Langkah kedua adalah pemeriksaan cystometry saat proses pengisian kandung kemih dan pemeriksaan pressure-flow study saat proses pengosongan kandung kemih. Prosedur ini dimulai dengan pemasangan dua selang kateter, satu di kandung kemih dan satu di rektum. Kateter ini tersambung dengan sensor yang dipasang di area perut. Selanjutnya kandung kemih diisi dengan cairan steril melalui selang kateter. Pasien diminta untuk batuk, untuk menilai apakah terdapat kebocoran urin atau keinginan untuk berkemih. Selanjutnya, ketika kandung kemih dalam keadaan penuh, pasien diminta untuk berkemih. Sensor dan kateter kemudian dilepaskan. Selama pemeriksaan, dilakukan pemantauan terhadap fungsi kandung kemih, fungsi saluran uretra, dan aktivitas otot.
Pemeriksaan videourodinamik menggabungkan pemeriksaan uroflowmetri, cystometry, dan X-ray cystography dalam sebuah pemeriksaan. Pemeriksaan ini dapat menilai fungsi kandung kemih dan uretra serta ukuran dan bentuk kandung kemih.
Gambar 1. Uroflowmetri
Gambar 1. Urodinamik
Sebelum pemeriksaan dilakukan, pasien dipastikan tidak mengalami infeksi saluran kemih melalui pemeriksaan sampel urin. Tidak ada persiapan khusus yang diperlukan, namun terkadang pasien diminta meminum air sebelumnya agar kandung kemih dalam keadaan penuh. Beberapa kontraindikasi lain adalah ketidakmampuan pasien untuk mengikuti perintah, ketidakmampuan untuk memasukkan selang ke kandung kemih, penggunaan obat untuk gangguan fungsi kandung kemih (dihentikan 48 jam sebelum tindakan), penggunaan kateter indwelling, serta autonomic dysreflexia.
Setelah pemeriksaan, rasa tidak nyaman sering ditemukan di tempat kateter terpasang, namun umumnya akan menghilang dalam hitungan jam. Keluhan ini dapat dikurangi dengan meningkatkan konsumsi cairan, mengkompres lubang saluran kemih dengan kain hangat, atau mengkonsumsi obat antinyeri. Bila ada tanda dan gejala infeksi (demam, nyeri hebat), maka perlu dilakukan konsultasi ke dokter. Tidak ada batasan terhadap konsumsi makanan dan minuman, obat-obatan, maupun aktivitas setelah prosedur. Pasien juga dapat diminta untuk mengisi catatan harian berkemih, yang mencatat jenis, frekuensi, dan jumlah cairan yang dikonsumsi dan jumlah dan frekuensi berkemih.
Yao M, Simoes A. Urodynamic Testing and Interpretation. [Updated 2021 Aug 11]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan-.
Bach T, Patruno G, Prouza A. Urodynamic Testing. [Internet]. [cited 21 Desember 2021]. Available at: https://patients.uroweb.org/tests/urodynamic-testing/
Ditulis oleh dr. Jody Felizio
Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) adalah metode cuci darah dengan cairan khusus dialirkan ke perut pasien melalui selang CAPD. Peritoneum (lapisan perut) menyaring kotoran / zat-zat limbah dari sirkulasi darah. Zat-zat limbah yang disaring keluar dari perut pasien dibuang selama periode waktu tertentu. Kelebihan metode ini adalah pasien dapat melakukan prosedur ini secara mandiri, tanpa harus datang ke rumah sakit.
CAPD dilakukan pada ginjal pasien yang tidak lagi berfungsi dengan baik. Umumnya, penurunan fungsi ginjal terjadi pada pasien dengan diabetes, hipertensi, inflamasi ginjal, dan kista ginjal yang berlangsung dalam jangka panjang dan tidak terobati dengan baik.
Beberapa keunggulan CAPD dibandingkan hemodialisis, diantaranya :
Pasien memiliki fleksibilitas dan kemandirian yang lebih tinggi dengan menjalankan prosedur CAPD, terutama pada pasien dengan aktivitas tinggi dan jauh dari pusat hemodialisis karena prosedur ini dapat dilakukan secara mandiri
Pasien tidak perlu diet terlalu ketat karena prosedur ini dilakukan lebih terus-menerus sehingga penumpukkan cairan maupun ion-ion, dalam darah lebih rendah.
Fungsi ginjal pasien dapat dipertahankan lebih lama dengan metode ini dibandingkan dengan pasien yang menjalankan prosedur hemodialisis.
Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam memilih tipe dialisis adalah fungsi ginjal pasien, kondisi kesehatan pasien keseluruhan, preferensi pasien, kondisi tempat tinggal pasien, dan gaya hidup pasien. CAPD dapat menjadi pilihan jika pasien :
Tidak dapat mentoleransi perubahan keseimbangan cairan dalam tubuh yang berubah cepat jika menggunakan metode hemodialisis;
Membutuhkan metode yang tidak mengganggu aktivitas sehari-hari;
Ingin bekerja dan melakukan perjalanan dengan lebih mudah;
Memiliki luka bekas operasi perut yang luas;
Hernia;
Tidak mampu merawat diri atau tidak memiliki perawat yang kompeten;
Memiliki penyakit radang usus atau sering mengalami diverticulitis;
Ginjal sudah tidak berfungsi sama sekali
Pemeriksaan urodinamik memiliki 5 komponen pemeriksaan, yaitu:
Anestesi yang digunakan pada prosedur pemasangan CAPD bersifat umum. Pada prosedur ini, pasien akan dibuatkan sayatan kecil pada bagian perut yang menembus rongga perut, kemudian akan dipasang selang hingga bagian rongga panggul. Selang nantinya akan ditanam dibawah kulit, untuk kemudian dikeluarkan pada sisi perut bagian kiri atau kanan mendekati bagian pusar perut. Selang akan diuji coba dengan cairan khusus, jika dalam tahap uji coba berhasil, makan luka operasi akan ditutup.
Umumnya, pemasangan CAPD dikerjakan dengan teknik laparoskopi. Saat dilakukan pemasangan, urolog akan menilai banyaknya lemak yang menutup bagian perut, pembuangan lemak perut yang berlebih diperlukan untuk menghindari adanya penyumbatan pada selang CAPD.
Diperlukan waktu minimal dua minggu untuk menunggu penyembuhan di area pemasangan kateter / selang, agar CAPD aman untuk digunakan. Pasien akan diajarkan cara menggunakan alat CAPD. Keluhan berupa adanya rembesan berwarna kemerahan pada periode awal pasca operasi lazim dialami, umumnya rembesan akan berhenti dengan sendirinya.
Pasien dengan CAPD kemungkinan akan mengalami penurunan fungsi ginjal yang akhirnya membutuhkan hemodialisis atau transplantasi ginjal. Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada pasien yang menjalankan prosedur Dialisis Peritoneal diantaranya :
Infeksi: Infeksi pada lapisan perut adalah komplikasi yang umum terjadi terutama pada area pemasangan kateter dan risiko dapat meningkat jika pasien atau perawat pasien kurang kompeten.
Penambahan berat badan: Cairan yang digunakan untuk dialisis (dialisat) mengandung gula (dextrosa) sehinggamenyebabkan peningkatan kalori dalam tubuh yang juga berisiko meningkatkan kadar gula darah terlebih bagi penderita diabetes.
Hernia : Menyimpan cairan dalam perut jangka panjang dapat menyebabkan otot perut tegang.
Selang CAPD tersumbat sehingga membutuhkan operasi ulang.
Feehally J, et al., eds. Peritoneal dialysis. In: Comprehensive Clinical Nephrology. 6th ed. Edinburgh, U.K.: Elsevier; 2019. https://www.clinicalkey.com. Accessed Feb. 5, 2019.
Peritoneal dialysis. National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases. https://www.niddk.nih.gov/health-information/kidney-disease/kidney-failure/peritoneal-dialysis. Accessed Feb. 5, 2019.
Chronic kidney disease. Merck Manual Professional Version. https://www.merckmanuals.com/professional/genitourinary-disorders/chronic-kidney-disease/chronic-kidney-disease. Accessed Feb. 5, 2019.
Hemodialysis. National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases. https://www.niddk.nih.gov/health-information/kidney-disease/kidney-failure/hemodialysis. Accessed Feb. 5, 2019.
Zazzeroni L, et al. Comparison of quality of life in patients undergoing hemodialysis and peritoneal dialysis: A systematic review and meta-analysis. Kidney and Blood Pressure Research. 2017;42:717.
Peritoneal dialysis — Dose and adequacy. National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases.https://www.niddk.nih.gov/health-information/kidney-disease/kidney-failure/peritoneal-dialysis/dose-adequacy. Accessed Feb. 5, 2019.
Pirkle JL, Jr. Evaluating patients for chronic peritoneal dialysis and selection of modality. https://www.uptodate.com/contents/search. Accessed Feb. 4, 2019.
Burkart JM. Risk factors and prevention of peritonitis in peritoneal dialysis. https://www.uptodate.com/contents/search. Accessed Feb. 4, 2019.
Skorecki K, et al., eds. Peritoneal dialysis. In: Brenner & Rector's The Kidney. 10th ed. Philadelphia, Pa.: Elsevier; 2016. https://www.clinicalkey.com. Accessed Feb. 5, 2019.
Ditulis oleh dr. Irham Arif Rahman
Nefrektomi adalah suatu tindakan operasi pengangkatan ginjal. Terdapat dua cara dalam melakukan nefrektomi, yakni bedah terbuka dan teknik lubang kunci (laparoskopi). Nefrektomi laparoskopi adalah tindakan yang dilakukan secara tertutup dengan menggunakan alat canggih berdiameter lima sampai 12 milimeter sebagai pengganti tangan dokter untuk melakukan prosedur operasi, dimana akan dibuat 3-4 sayatan yang kecil (diameter 1,5-2,5 cm) di perut dan area pinggang untuk memasukkan alat tersebut dan pengangkatan ginjal dari dalam perut melalui sayatan di perut bawah.
Nefrektomi diindikasikan pada pada pasien yang ginjalnya sudah mengalami infeksi yang luas bahkan sampai bernanah, ginjal yang tidak berfungsi lagi atau sudah mengalami gagal ginjal stadium lanjut, dan ginjal yang mengalami kanker serta ginjal untuk transplantasi. Indikasi dilakukan laparoskopi nefrektomi yaitu
Laparoskopi nefrektomi memiliki beberapa kelebihan dibandingkan nefrektomi konvensional yaitu dimana perdarahan akibat operasi sedikit, luka operasi kecil, komplikasi yang dapat terjadi minimal, lama rawat di rumah sakit menjadi lebih pendek, penyembuhan lebih cepat, secara kosmetik lebih baik karena sedikit luka operasi. Akan tetapi tidak semua kasus nefrektomi dapat dilakukan dengan laparoskopi.
Adapun pada prosedur nefrektomi laparoskopi atau operasi tertutup, dokter bedah akan membuat 3-4 sayatan kecil, yakni sekitar 2,5 cm di perut dan area pinggang. Selanjutnya, kamera dan alat operasi akan dimasukan melalui lubang sayatan. Ureter dan pembuluh darah akan dipotong seperti dua prosedur nefrektomi lainnya. Setelah ginjal berhasil diangkat, dokter bedah akan menjahit kembali sayatan yang dibuat. Operasi umumnya berjalan sekitar 3 jam dengan prosedur nefrektomi laparoskopi memakan waktu lebih lama dibandingkan nefrektomi terbuka. Namun, sebagian besar pasien akan pulih lebih cepat dan rasa nyeri cenderung lebih ringan.
Gambar 1. Langkah laparoskopi
Sumber Gambar: UrologyBOP (https://urobop.co.nz/our-services/id/71 )
Adapun efek samping yang mungkin terjadi akibat prosedur ini:
Santucci R. A. Radical Nephrectomy: Background, History of the Procedure, Epidemiology. Accessed December 21, 2021. https://emedicine.medscape.com/article/448878-overview
Dr Tim Nathan Urology. Laparoscopic Nephrectomy. Accessed December 21, 2021. https://www.drtimnathan-urology.com.au/procedures/kidney-and-ureter/laparoscopic-nephrectomy
UologyBOP. Laparoscopic Nephrectomy. Urology Bay of Plenty. Accessed December 21, 2021. https://urobop.co.nz/our-services/id/71.
Ditulis oleh dr. Putu Angga Risky Raharja
Laparoskopi radikal prostatektomi adalah operasi pengangkatan seluruh kelenjar prostat, vesikula seminalis, dan beberapa jaringan sekitarnya, termasuk kelenjar getah bening dengan teknik laparoskopi untuk membuat sayatan kecil di perut. Prosedur operasi ini memungkinkan ahli bedah untuk mengakses bagian dalam perut dan panggul tanpa harus membuat sayatan yang besar di kulit. Laparoskopi radikal prostatektomi memiliki beberapa kelebihan dibandingkan operasi terbuka. Di antaranya adalah rasa sakit dan kehilangan darah yang lebih sedikit, durasi rawat inap di rumah sakit yang lebih singkat, dan waktu pemulihan yang lebih cepat.
Operasi ini paling sering dilakukan pada pasien kanker prostat dengan syarat:
Pasien akan dibius umum, dokter akan membuat sayatan kecil untuk memasukkan instrumen bedah dan kamera. Dokter bedah kemudian mengangkat kelenjar prostat dari jaringan di sekitarnya. Saluran kemih (uretra) akan disambungkan ke bagian kandung kemih yang disebut leher kandung kemih.
Gambar 1. Ilustrasi laparoskopi radikal
Pasca operasi pasien akan dilakukan pemasangan kateter urin yang akan dipertahankan selama 2 minggu hingga 1 bulan pasca operasi. Kateter akan dilepas dengan dilakukan evaluasi terlebih dahulu, apakah ada kebocoran pada sambungan.
Pasien dapat kembali beraktivitas secara bertahap setelah empat sampai enam minggu pasca operasi. Pasien bisa melanjutkan aktivitas seksual setelah pulih dari operasi. Olahraga atau aktivitas yang melibatkan angkat beban berat sebaiknya dihindari selama kurang lebih enam minggu.
Pierluigi Bove VI. Laparoscopic Radical Prostatectomy. Intech Open [Internet]. 2012;13. Available from: http://dx.doi.org/10.1039/C7RA00172J%0Ahttps://www.intechopen.com/books/advanced-biometric-technologies/liveness-detection-in-biometrics%0Ahttp://dx.doi.org/10.1016/j.colsurfa.2011.12.014
Ilic D, Evans SM, Allan CA, Jung JH, Murphy D, Frydenberg M. Laparoscopic and robotic-assisted versus open radical prostatectomy for the treatment of localised prostate cancer. Cochrane Database Syst Rev. 2017;2017(9).
Laparoscopic Prostatectomy [Internet]. [cited 2021 Dec 22]. Available from: https://my.clevelandclinic.org/health/treatments/17160-laparoscopic-prostatectomy.
Ditulis oleh Syifa Fauziah Fadhly
Pieloplasti adalah operasi rekonstruktif untuk membebaskan penyempitan atau jaringan parut yang terdapat pada pyelum ginjal melalui prosedur terbuka maupun laparoskopi.
Tindakan ini dilakukan pada kondisi pyelum yang mengalami penyumbatan atau penyempitan (obstruksi sambungan ureteropelvik) yang mengakibatkan drainase urin yang buruk dan menumpuknya aliran urine di ginjal. Obstruksi pyelum berpotensi menyebabkan nyeri perut dan pinggang, pembentukan batu, infeksi, tekanan darah tinggi dan penurunan fungsi ginjal.
Open Pieloplasti
Durasi prosedur pieloplasti ditentukan dari letak anatomi individu dan teknik tindakan yang dipilih oleh urolog. Anestesi umum menjadi pilihan utama dalam tindakan ini.
Pendekatan operasi dapat dilakukan pada beberapa pilihan, melalui sayatan di belakang, panggul (sisi tubuh), atau di perut. Oleh karena itu, posisi pasien pada saat operasi akan menentukan pendekatan yang dipilih. Dalam kasus tertentu, perlu pengangkat tulang rusuk agar dapat melakukan operasi dengan baik pada ginjal. Selanjutnya, obstruksi ureteropelvic junction (UPJ) akan diidentifikasi. Panjang segmen abnormal, serta titik di mana ureter dan pelvis ginjal terhubung akan menentukan bagaimana lanjutan prosedur dilakukan.
Gambar 1. Ilustrasi tindakan pieloplasti
(Sumber: Campbell’s Urologu 8th Ed, 2002:480)
Pemasangan stent memungkinkan urin mengalir secara memadai dari ginjal ke kandung kemih saat proses penyembuhan sedang berlangsung. Dalam kasus tertentu, saluran pembuangan dapat ditempatkan di bagian luar ginjal dan dibawa keluar melalui sayatan kulit kecil kedua di dekat yang pertama. Tujuan dari drainase ini adalah untuk memungkinkan urin yang bocor keluar dari garis jahitan ginjal keluar dari tubuh. Penggunaan saluran akan tergantung pada kasus pasien dan penilaian urolog. Pada anak kecil dan bayi, prosedur ini terkadang dilakukan tanpa menggunakan stent atau drain.
Setelah perbaikan selesai, jaringan dalam dan sayatan kulit ditutup. Luka kemudian dibalut dengan kasa
Laparoscopic Pyeloplasty
Operasi pieloplasti laparoskopi dilakukan dengan anestesi umum. Durasi operasi ini umumnya berkisar antara tiga hingga empat jam. Operasi dilakukan melalui tiga sayatan kecil (1 cm) yang dibuat di perut. Teleskop dan instrumen kecil dimasukkan ke dalam perut melalui sayatan ini, yang memungkinkan urolog untuk memperbaiki penyumbatan/penyempitan tanpa harus memasukkan tangannya ke dalam perut.
Sebuah tabung plastik kecil (stent ureter) ditinggal di dalam ureter pada akhir prosedur untuk membatu proses perbaikan pada jaringan paska pieloplasti dan membantu mengalirkan urine dari ginjal. Stent ini akan tetap di tempatnya selama empat minggu. Pilihan lain adalah terpasang nefrostomi, selang yang dibuat dari kulit menembus ke ginjal. Dengan tujuan yang serupa dengan stent ureter.
Meskipun prosedur pieloplasti laparoskopik terbukti sangat aman, seperti halnya prosedur bedah lainnya, ada risiko dan potensi komplikasi.
Potensi risiko meliputi:
Atwell JD. Familial pelviureteric junction hydronephrosis and its association with a duplex pelvicaliceal system and vesicoureteric reflux. A family study. Br J Urol. 1985 Aug. 57(4):365-9. [Medline].
Dietl J. Wandernde nieren und deren einklemmung. Wien Med Wochenschr. 1864. 14:153.
Schuessler WW, Grune MT, Tecuanhuey LV, Preminger GM. Laparoscopic dismembered pyeloplasty. J Urol. 1993 Dec. 150(6):1795-9. [Medline].
Ditulis oleh dr. Adhitama Alam Soeroto
ESWT adalah singkatan dari extracorporeal shockwave therapy yaitu suatu tindakan terapi yang dikerjakan oleh dokter spesialis Urologi dengan menggunakan gelombang kejut (shockwave) untuk penyakit disfungsi ereksi. Pasien dengan disfungsi ereksi memerlukan obat minum terus-menerus untuk mempertahankan fungsi ereksi. Obat minum ini berupa jenis obat penghambat PDE5, namun obat ini tidak memperbaiki akar masalah dari disfungsi ereksi. ESWT memiliki potensi untuk memperbaiki akar masalah dengan memicu reaksi biologis tubuh dari efek shear stress yang diberikan oleh gelombang kejut.
Tindakan ESWT akan disarankan oleh dokter spesialis Urologi untuk mengatasi berbagai penyakit sistem saluran kemih seperti disfungsi ereksi. Dokter akan menyarankan ESWT pada pasien dengan disfungsi ereksi ringan yang tidak memiliki respon baik terhadap obat. Pasien yang tidak ingin minum obat terus-menerus juga dapat menjadi kandidat terapi ESWT. Terapi ini akan berlangsung beberapa kali hingga 1-3 bulan.
Sebelum tindakan, dokter akan melakukan asesmen yang lengkap pada pasien. Dokter akan menanyakan beberapa pertanyaan kepada pasien dan pasangannya seperti riwayat medis, psikologis, dan masalah aktivitas seksual pasien. Berikutnya akan dilakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium berupa tes gula darah, kolesterol, hormon dan lainnya. Pemeriksaan lain yang dapat lakukan adalah pemeriksaan duplex ultrasound (USG) untuk melihat peredaran darah pada penis.
Prosedur ini tidak memerlukan anestesi dan pasien tidak harus mempersiapkan apapun sebelum tindakan.
Saat tindakan, dokter akan menggunakan alat yang akan menghantarkan gelombang kejut dengan intensitas rendah pada beberapa daerah penis pasien untuk memicu peredaran darah. Tindakan akan berlangsung sekitar 15 menit.
Pasca tindakan, pasien dapat langsung pulang dan tidak ada perawatan khusus yang harus dijalankan. Dokter akan menjelaskan beberapa kegiatan yang harus dibatasi untuk mempercepat penyembuhan.
Tindakan ESWT pada umumnya memiliki profil keselamatan yang baik dan jarang menimbulkan efek samping. Efek samping yang pasien dapat rasakan pasca tindakan berupa nyeri pada daerah pemberian gelombang kejut, lebam pada penis, darah pada urin, infeksi pada, dan rasa nyeri saat ereksi.
Prosedur ini tidak memerlukan anestesi dan pasien tidak harus mempersiapkan apapun sebelum tindakan.
Gambar 1. Tindakan ESWT
Salonia A, Bettocchi C, Carvalho J, Corona G, Jones TH, Martinez-Salamanca JI, et al. EAU Guidelines on Sexual Reproductive Health. European Association of Urology. 2021
Erectile Dysfunction (ED) patient information [Internet]. Strattner.com.br. 2021 [cited 22 December 2021]. Available from: https://www.strattner.com.br/wp-content/uploads/2020/10/Patientenflyer_ED-Therapie_26579_0120_en_web.pdf
Ditulis oleh dr. Ali Husein
Transplantasi ginjal adalah operasi pembedahan untuk mengganti ginjal yang rusak dengan ginjal yang sehat dari donor yang masih hidup atau yang sudah meninggal.
Transplantasi ginjal terbagi menjadi:
Dibandingkan dengan dialisis, transplantasi ginjal memiliki kelebihan kualitas hidup yang lebih baik, risiko kematian lebih rendah, lebih sedikit pembatasan diet, dan biaya perawatan lebih rendah.
Anestesi umum digunakan dalam transplantasi ginjal. Donor dan resipien akan ditempatkan pada kamar operasi yang berdampingan. Selama operasi, urolog memasukkan ginjal baru melalui sayatan di bagian bawah satu sisi perut pasien. Hanya ginjal yang mengalami gangguan fungsi yang akan dilakukan pengangkatan. Pembuluh darah ginjal baru terhubung ke pembuluh darah di perut bagian bawah. Ureter ginjal baru terhubung ke kandung kemih pasien. Pasca operasi kateter urin akan dipasang dan dilakukan pemantauan ketat, produksi urin.
Setelah operasi transplantasi ginjal, pasien perlu menjalani rawat inap beberapa hari untuk dilakukan pemantauan tanda-tanda komplikasi. Ginjal baru biasanya dapat berfungsi dengan normal dalam waktu delapan minggu. Pasien juga perlu melakukan pemeriksaan rutin setelah keluar dari rumah sakit untuk memastikan tidak terjadi penolakan organ. Setelah menjalani transplan, pasien harus mengkonsumsi immunosupresan seumur hidupnya untuk mencegah sistem imun pasien menyerang ginjal yang baru, obat-obatan lain juga diperlukan untuk mencegah infeksi.
Gambar 1. Ilustrasi penempatan ginjal donor di tubuh resipien
Transplantasi ginjal dapat mengobati penyakit ginjal tingkat lanjut tetapi tidak menyembuhkannya. Transplantasi ginjal juga berisiko tinggi terjadinya pembekuan darah dan pendarahan, kebocoran dari atau penyumbatan tabung (ureter), infeksi, penolakan organ, infeksi atau kanker yang dapat ditularkan melalui ginjal yang disumbangkan, kematian, serangan jantung dan stroke.
Setelah operasi transplantasi ginjal, pasien akan mendapatkan obat-obatan untuk mencegah penolakan organ, dengan efek samping osteoporosis, osteonecrosis, diabetes, pertumbuhan rambut berlebih atau kerontokan rambut, hipertensi, dan kolesterol tinggi.
Ginjal baru pasien akan menyaring darah dan menghilangkan kebutuhan untuk dialisis. Obat imunosupresif diperlukan untuk mencegah penolakan ginjal donor. Karena obat anti penolakan meningkatkan risiko infeksi, dokter akan meresepkan obat antibakteri, antivirus, dan antijamur. Sangat penting untuk mengkonsumsi semua obat yang diresepkan sesuai dosis untuk menghindari penolakan organ oleh tubuh pasien. Pasien sangat dianjurkan melakukan pemeriksaan kulit untuk mendeteksi kanker kulit setelah transplantasi.
Setelah menjalani transplantasi, pasien harus mengatur pola makan untuk menjaga fungsi ginjal. Rekomendasi diet yang disarankan diantaranya konsumsi sayur dan buah lima porsi per hari, menghindari konsumsi anggur dan olahan anggur untuk mencegah reaksi terhadap obat penekan sistem imun, konsumsi serat cukup, konsumsi susu rendah lemak untuk mempertahankan kadar kalsium dan fosfor dalam tubuh, konsumsi daging tanpa lemak, unggas, dan ikan, konsumsi makanan rendah garam dan rendah lemak, memenuhi kebutuhan cairan harian. Olahraga juga harus dilakukan secara rutin untuk meningkatkan kesehatan mental dan fisik pasien secara keseluruhan.
Roberts IS. Kidney diseases. In: Underwood's Pathology: A Clinical Approach. 7th ed. Philadelphia, Pa.: Elsevier; 2019. https://www.clinicalkey.com. Accessed April 28, 2019.
Kidney. Transplant Living. https://transplantliving.org/kidney/. Accessed April 28, 2019.
Kidney transplant. National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases. https://www.niddk.nih.gov/health-information/kidney-disease/kidney-failure/kidney-transplant. Accessed April 28, 2019.
Matching donors and recipients. organdonor.gov. https://www.organdonor.gov/about/process/matching.html. Accessed April 28, 2019.
Your kidneys and how they work. National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases. https://www.niddk.nih.gov/health-information/kidney-disease/kidneys-how-they-work. Accessed April 28, 2019.
Klein CL, et al. ABO incompatibility in kidney transplantation. https://www.uptodate.com/contents/search. Accessed April 28, 2019.
Ditulis oleh dr. Dianita Halimah Harahap
RIRS adalah singkatan dari retrograde intrarenal surgery yaitu suatu tindakan bedah yang dilakukan oleh dokter spesialis Urologi untuk mengeluarkan batu dari dalam jaringan ginjal. RIRS merupakan salah satu dari banyak tindakan untuk mengeluarkan batu dalam ginjal.
Tindakan RIRS akan disarankan oleh dokter spesialis Urologi pada pasien dengan sakit batu ginjal. Dokter akan menyarankan tindakan RIRS pada pasien dengan riwayat gagal dengan tindakan SWL (shockwave lithotripsy), batu pada bagian bawah ginjal, beban batu ginjal yang kurang dari 1.5 cm, pada pasien dengan kelainan bentuk ginjal, gangguan pembekuan darah, kelainan muskuloskeletal, dan penyempitan daerah infundibulum ginjal.
Persiapan yang dilakukan sebelum tindakan berupa edukasi kepada pasien mengenai tingkat keberhasilan tindakan dan efek samping yang dapat terjadi pada tindakan RIRS. Pemeriksaan sebelum operasi berupa pemeriksaan fisik, pemeriksaan darah rutin, tes dan kultur urin, X-Ray ginjal-ureter-buli, USG ginjal, IVU (intravenous urography), dan CT scan non-kontras.
Sebelum prosedur dimulai, pasien akan diberikan antibiotik untuk menurunkan risiko infeksi, namun ini tidak rutin dilakukan dan akan berbeda di setiap rumah sakit. Dokter anestesi akan memberikan anestesi umum sehingga pasien tertidur selama tindakan atau spinal.
Tindakan RIRS bukan pembedahan terbuka melainkan menggunakan teropong yang dimasukan lewat saluran kencing. Dokter akan memasukan alat melewati teropong untuk mencari, menghancurkan, dan mengeluarkan batu dalam ginjal. Durasi dari tindakan RIRS bergantung pada ukuran dan jumlah batu yang ada, pada umumnya untuk batu dengan ukuran normal akan memerlukan 30 sampai 60 menit.
Pasca tindakan RIRS, pasien akan dipasang selang (DJ stent) dan dibiarkan dalam tubuh selama 3-10 hari pasca operasi, namun dapat diperpanjang sampai 3-6 minggu apabila terdapat cedera pada saluran kencing pasien. X-Ray ginjal-ureter-buli akan diulang dalam 24 jam pertama untuk evaluasi hasil tindakan atau dilakukan 1-2 minggu setelah tindakan. Dokter urologi akan evaluasi batu yang tersisa dan apakah terdapat obstruksi akibat dari batu, bengkak, cedera, dan sebagainya. Dokter dapat meminta pasien untuk kembali pada minggu 4-6 pasca operasi atau 4-6 minggu setelah selang dilepas.
Pasca tindakan, pasien dapat langsung pulang setelah menjalankan pemantauan dalam rumah sakit. Pada umumnya tindakan RIRS aman dan jarang terjadi komplikasi yang berat. Komplikasi yang pasien dapat terjadi adalah nyeri pasca operasi, cedera pada saluran kencing, perdarahan dan demam, dan terjadinya batu ginjal berulang. Batu ginjal berulang dapat terjadi sehingga pasien memerlukan lebih dari 1 tindakan RIRS.
Gambar 1. Tindakan RIRS
Turk C, Neisius A, Petrik A, Skolarikos A, Somani B, Thomas K, Gambaro G. EAU Guidelines on Urolithiasis. European Association of Urology. 2021
Batu Ginjal [Internet]. Iaui.or.id. 2021 [cited 22 December 2021]. Available from: https://www.iaui.or.id/public-section/article_bginjal.
Ditulis oleh dr. Jeremy T Ginting
Sperm Retrieval atau pengambilan sperma merupakan suatu teknik operasi yang digunakan untuk mendapatkan sperma langsung dari testis atau epididimis.
Sperm retrieval atau pengambilan sperma dibutuhkan untuk laki-laki yang tidak terdapat sperma pada hasil pemeriksaan cairan semen. Kondisi dimana tidak ditemukkan sperma pada cairan semen disebut sebagai azoospermia. Azoospermia dapat terjadi karena sumbatan pada saluran sperma atau karena sedikit/tidak ada produksi sperma di testis.
Terdapat berbagai cara untuk melakukan pengambilan sperma. Teknik yang paling sederhana adalah melalui aspirasi dari sperma. Prosedur ini biasanya dilakukan dalam pembiusan lokal dan dapat dilakukan dalam waktu 10 menit.
Sperm retrieval atau pengambilan sperma pada pasien dengan permasalahan produksi sperma di testis akan lebih sulit dan lebih memakan waktu. Prosedur yang dilakukan dengan menggunakan mikroskop dimana kesempatan menemukan sperma akan meningkat dan jaringan yang diambil dari testis akan lebih minimal.
Beberapa prosedur Sperm retrieval atau pengambilan sperma:
Gambar 1. Prosedur sperm retrieval
(Sumber: PESA in Iran. Available from: https://tebmedtourism.com/pesa-in-iran/)
Tergantung pada protokol rumah sakit dan kondisi Anda, Anda akan melanjutkan ke ruang rawat inap atau diperbolehkan pulang segera setelah prosedur. Anda mungkin merasakan nyeri ringan hingga sedang di area operasi. Gejala-gejala ini biasanya disebabkan oleh tindakan yang dilakukan. Tersedia obat tersedia untuk mengurangi keluhan tersebut, pastikan hal tersebut kepada dokter Anda.
Segera kembali memeriksakan diri anda, jika terdapat rembesan pada luka operasi yang semakin meluas atau tidak dapat dikontrol.
John Hopkins Medicine. Sperm Retrieval Procedures. [cited 2021 December 21]. Available from: https://www.hopkinsmedicine.org/health/treatment-tests-and-therapies/sperm-retrieval-procedures.
University of Washington. Surgical Sperm Retrieval. [cited 2021 December 21]. Available from: https://www.washington.edu/urology/surgical-sperm-retrieval/.
Ditulis oleh dr. Kindy Aulia
Sistektomi adalah pengangkatan dari kandung kemih. Ini merupakan perawatan utama untuk kanker kandung kemih yang bersifat invasif.
Sistektomi dikerjakan pada pasien dengan pada:
Sistektomi merupakan suatu tindakan yang kompleks, oleh karena itu terdapat beberapa risiko yang dapat terjadi setelah operasi, seperti:
Pengangkatan kandung kemih dapat dilakukan melalui sayatan di perut (terbuka) dengan pasien di bawah pembiusan umum. Kandung kemih, ujung ureter yang dekat dengan kandung kemih, kelenjar getah bening panggul, dan (bagian dari) organ spesifik gender yang berdekatan dikeluarkan dan dibentuk cara lain untuk menyimpan dan mengosongkan urin (pengalihan urin). Kandung kemih kemudian diganti dengan segmen usus dan ureter akan disambungkan pada segmen usus tersebut. Segmen usus yang digunakan lazimnya adalah usus halus, sehingga pada operasi ini juga akan dilakukan potong sambung usus (urolog akan bekerja sama dengan bagian bedah saluran cerna untuk melaksanakan operasi ini).
Lubang khusus untuk mengeluarkan urin akan dibuat pada dinding perut, yang kemudian akan dipasang kantung penampungan khusus.
Setelah menjalani tindakan sistektomi akan dirasakan rasa nyeri atau tidak nyaman untuk beberapa minggu setelah operasi. Dokter akan mempersiapkan cara untuk mengatasi rasa nyeri ataupun tidak nyaman. Pasien akan belajar cara menggunakan diversi urine yang dibentuk (lubang khusus yang akan dipasang kantung urin khusus). Informasi lebih lanjut terhadap perawatan diversi urin, dapat disimak pada video berikut https://youtu.be/9Onw18PAjPY
Aktivitas fisik akan terbatas setelah operasi, namun sangat penting untuk dapat tetap aktif. Aktivitas ringan seperti berjalan masih dapat dilakukan.
EAU. Information for patients: Cystectomy. 2020 [cited 2021 December 21]. Available from: https://patients.uroweb.org/treatments/cystectomy/
Ditulis oleh dr. Maulidina Medika Rahmita
Urinary diversion (diversi urin) adalah prosedur operasi untuk membuat jalur keluar urin yang baru. Prosedur ini dilakukan bila aliran normal urin terhambat atau buli tidak dapat menampung urin. Penyebab tersering prosedur ini dilakukan adalah ketika buli telah diangkat karena kanker buli.
Prosedur ini dilakukan dengan cara melakukan bypass saluran kemih yang mengalami gangguan atau membuat saluran baru untuk pengeluaran urin. Diversi urin dapat bersifat sementara hingga aliran urin kembali normal atau permanen melalui prosedur operasi.
Prosedur ini dilakukan pada beberapa kondisi, meliputi:
Beberapa tipe diversi urin mencakup
Pada topik ini, akan dibahas mengenai incontinent urinary diversion dan continent urinary diversion.
Incontinent urinary diversion adalah prosedur operasi yang menyambungkan ureter dengan segmen/bagian dari usus. Urin yang keluar kemudian ditampung dalam kantung stoma yang dipasang di bawah pakaian. Pada tipe ini, fungsi berkemih tidak dapat dikontrol. Pada umumnya, jenis diversi urin ini dipilh untuk pasien lansia atau tingkat keadaan umum yang buruk
Continent urinary diversion adalah prosedur operasi yang membuat kantung (pouch) dari segmen usus yang berperan sebagai buli yang baru. Pada tipe ini, fungsi berkemih masih dapat dikontrol. Urin dapat dikeluarkan melalui selang kateter maupun melalui uretra seperti proses berkemih normal.
Gambar 1. Diversi urin. (Kiri) Incontinent urinary diversion (Kanan) Continent urinary diversion
Incontinent urinary diversion
Prosedur diversi urin ini dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu:
Gambar 2. Incontinent Urinary Diversion (Kiri) Ileal conduit (Kanan) Cutaneous ureterostomy
Continent urinary diversion
Gambar 3. Continent Urinary Diversion (Kiri) Neobladder (Kanan) Internal Pouch
Persiapan sebelum tindakan dilakukan bersifat spesifik untuk tiap pasien. Selama persiapan operasi, setiap pasien wajib untuk:
Luaran operasi diversi urin umumnya baik dan pasien dapat kembali beraktivitas normal. Tidak ada batas terkait kerja, aktivitas, diet, maupun perjalanan. Pasien perlu mengetahui beberapa tanda komplikasi pasca tindakan, seperti demam, tanda radang pada daerah stoma, penurunan produksi urin, adanya bekuan darah pada urin, nyeri hebat, dan mual muntah yang tidak berhenti. Edukasi perawatan stoma diperlukan agar tidak terjadi infeksi.
Gambar 4. Kantung Stoma
Beberapa hal yang perlu diedukasi mengenai kantung stoma antara lain:
Pada pasien yang memilih continent urinary diversion, pengosongan buli dilakukan dilakukan dengan cara:
Bach T, Patruno G, Prouza A. Urodynamic Testing. [Internet]. [cited 21 Desember 2021]. Available at: https://patients.uroweb.org/treatments/urinary-diversions/
National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases. [Internet]. [cited 21 Desember 2021]. Available at: https://www.niddk.nih.gov/health-information/urologic-diseases/urinary-diversion
Ditulis oleh dr. Rio Rahmadi
Merupakan tindakan operasi yang melakukan pengangkatan segmen yang menyempit pada urethra dan kemudian menyambung kembali antara 2 segmen urethra yang sehat.
Gambar 1. Striktur uretra
Dilakukan pada keadaan yang memerlukan perbaikan saluran uretra yang menyempit sehingga akan memperlancar aliran urin keluar.
Tindakan ini paling cocok untuk penyempitan uretra dengan panjang penyempitan < 2 cm. Apabila dilakukan pada striktur yang berukuran lebih panjang, akan dilakukan teknik cangkok jaringan, untuk mencegah terjadi pemendekan atau melengkungnya penis.
Tindakannya diawali dengan pasien posisi telentang litotomi dibawah pembiusan. Pemasangan keteter urin dikerjakan hingga terasa adanya hambatan dan meraba jaringan yang rusak. Lalu dilakukan pemotongan pada jaringan yang rusak. Kemudian kedua ujung uretra dilakukan penjahitan. Selanjutnya dipasang kateter uretra, perdarahan dikontrol dan luka operasi ditutup.
Setelah dilakukan tindakan, pasien akan dipindahkan ke ruang perawatan yang sesuai dengan kondisi pasien dapat berkemih dengan lancar.
Komplikasi yang mungkin timbul yakni disfungsi ereksi, pembentukan fistula, inkontinensia urine, ISK, dan neuropraksia.
Terjadinya penyempitan ulang pada uretra harus diantisipasi, karena pasien harus dilakukan reseksi anastomosis ulang. Hal ini menunjukan, tindakan operasi dapat dilakukan lebih dari satu kali. Jika berlanjut tanpa perbaikan, dapat dilakukan pemasangan selang berkemih secara permanen dari perut bagian bawah atau lubang berkemih dari selangkangan (perineostomy).
Tran H, Arsovska O, Paterson RF, Chew BH. Evaluation of risk factors and treatment options in patients with ureteral stricture disease at a single institution. Can Urol Assoc J.2015;9(11-12):921-4
Alan J, Louis R, Alan W, Craig A. Campbell-Walsh Urology 11th edition. US Elsevier; 2016. Hlm 1129-33
Patel P, Parmar H, Vaghela G. A clinical study of surgical management of benign ureteric stricture. IAIM. 20015;2(9):26-32
Ditulis oleh dr. Saras Serani Sesari
Reimplantasi ureter adalah operasi untuk mengubah letak sambungan antara ureter dengan kandung kemih.
Operasi ini dilakukan pada keadaan:
Operasi akan dilakukan dalam pembiusan umum (bius total). Selama operasi, urolog akan:
Adapun operasi dapat dilakukan dengan tiga teknik:
Operasi terbuka:
Dokter akan membuat sayatan di perut bagian bawah melalui otot dan lemak.
Operasi lubang kunci (llaparoskopi):
Dokter akan membuat sayatan kecil melalui 3 hingga 4 lubang di perut. Kamera dan alat bedah akan dimasukan ke dalam lubang tersebut.
Operasi robotik
Secara umum mirip dengan bedah laparoskopi, namun instrumen yang dibantu oleh sistem robotik. Sementara, Urolog akan mengendalikan sistem robot.
Gambar 1 dan 2. Anatomi Ureter dan Teknik operasi Reimplantasi Ureter
Sumber : Campbell-Walsh-Wein Urology. Twelfth edition
Setelah operasi, pasien akan dibawa ke ruang pemulihan untuk dievaluasi oleh dokter anestesi, apakah memerlukan perawatan insentif di ruang ICU atau dapat kembali ke ruang perawatan biasa.
Diperlukan pemasangan selang ginjal untuk memaksimalkan penyembuhan luka operasi. Umumnya, selang ginjal akan dilepas 1-2 bulan pasca tindakan, serta akan dilakukan pemasangan kateter urine guna memaksimalkan penyembuhan luka.
Elder JS. Vesicoureteral reflux. In: Kliegman RM, St. Geme JW, Blum NJ, Shah SS, Tasker RC, Wilson KM, eds. Nelson Textbook of Pediatrics. 21st ed. Philadelphia, PA: Elsevier; 2020:chap 554.
Khoury AE, Wehbi E. Management strategies for vesicoureteral reflux. In: Partin AW, Dmochowski RR, Kavoussi LR, Peters CA, eds. Campbell-Walsh-Wein Urology. 12th ed. Philadelphia, PA: Elsevier; 2021:chap 29.
Olsen LH, Rawashdeh YFH. Surgery of the ureter in children: ureteropelvic junction, megaureter, and vesicoureteral reflux. In: Partin AW, Dmochowski RR, Kavoussi LR, Peters CA, eds. Campbell-Walsh-Wein Urology. 12th ed. Philadelphia, PA: Elsevier; 2021:chap 42.
Pope JC. Ureteroneocystostomy. In: Smith JA Jr, Howards SS, Preminger GM, Dmochowski RR, eds. Hinman's Atlas of Urologic Surgery. 4th ed. Philadelphia, PA: Elsevier; 2019:chap 33
Ureteral reimplantation. McMaster Children’s Hospital. 2001. Available from: https://www.hamiltonhealthsciences.ca/wp-content/uploads/2019/08/UreteralReimplantation-lw.pdf.
Ditulis oleh dr. Andy